Ketika aku sedang sendiri, aku termenung dan men-tadabburi apa yang selama ini telah terjadi padaku.
Semuanya. Dan ketika
aku terlalu capai dalam kesendirian itu, aku selalu rindu denganmu. Aku tahu,
ada Allah yang selalu mengawasiku, ada Allah yang bisa mendengar, merasakan,
apapun itu yang ada padaku. Tapi aku rindu ingin bicara langsung padamu. Meskipun
aku tahu, aku bukanlah hambaNya yang alim. Amat sangat jauh dari kata alim
bahkan sempurna. Tapi aku selalu berusaha agar bisa selalu dicintaiNya.
Ya, aku rindu bisa
curhat denganmu. Pasti rasanya seru. Ya, mungkin seperti aku cerita-cerita
dengan lugu, dengan polosnya aku kepada bapakku ketika aku kecil dulu. Aku
sangat ingin sekali berbicara denganmu, ngobrol hanya berdua saja denganmu.
Belajar darimu secara langsung. Aku ingin sekali kau memberiku nasihat-nasihat
yang menyejukkan hati. Yang membuatku selalu jatuh hati padamu dan tentu
menambah ketaqwaanku padaNya. Ya, karena kau adalah sang terpilih.
Rasanya aku sangat
dan ingin sekali melihat wajahmu secara langsung. Menyatakan rinduku selama ini
padamu dan menceritakan segala hal padamu. Ya, curhat tepatnya. Tapi, apakah
jika itu terjadi, masihkah kau akan menyapaku? Sedangkan aku manusia yang sangat
lemah. Meskipun aku tahu, aku berusaha untuk kuat dan berjuang. Rasanya aku
malu sekali jika aku akan menyapamu lebih dulu. Aku selalu ingin kau yang
menyapaku terlebih dahulu. Mungkin itu tidaklah lucu. Karena layaknya seorang
yang benar-benar dikagumi banyak orang lain (katakan saja seperti artis), dan
aku berada ditengah kerumunan orang-orang untuk berebut tanda tanganmu, kalau
aku tak menyodorkan kertas itu padamu, akankah kau melirikku? Ya, aku tahu,
analaoginya seperti itu. Makanya aku iri kepada orang-orang yang ilmu agamanya
tinggi, bisa lebih merindukanmu dan mencintaiNya. Tapi aku selalu berusaha. Dan
kau tahu, untuk berjuang dalam hal itu dibutuhkan upaya ataupun tenaga yang
luarbiasa maha dahsyatnya bagiku.
Sekali lagi aku
ingin sekali melihatmu, bercerita hanya padamu, tentang apa saja yang telah
kualami, orang-orang disekitarku, apa yang mereka lakukan padaku, keluargaku,
bahkan agamaNya. Aku tahu, kita terpisah jarak yang amat sangat jauh sekali.
Belasan abad. Namun, ketika aku rindu ingin jumpa denganmu, aku bertanya pada
diriku sendiri, bekal apa yang akan aku siapkan ketika bertemu denganmu? Ah,
aku selalu berharap lagi-lagi kau yang lebih peka, bukan aku. Hina sekali aku.
Ilmuku masih dangkal. Aku selalu berharap Allah selalu membukakan pintu mata
hati dan pikiranku agar aku selalu menerima semua bukti-bukti yang nyata yang
ada disekitarku.
Aku selalu ingin
cerita padamau, wahai kekasihNya. Terutama kenapa aku 'berbeda' diantara mereka
semua? Layaknya aku orang asing. Iri, dengki, hasud, apapun itu sebutannya,
terjadi pada mereka?
Kau tahu? Aku sedang
menangis saat menulis ini. Kenapa itu semua? Maafkan aku jika terlalu terbawa
emosi. Tapi memang inilah kenyataannya. Aku tak bisa membayangkan dirimu. Aku
tak bisa membayangkan betapa kerasnya pada masa zamanmu, ya rasulallah. Aku specchless
saat aku berhadapan dengan mereka semua. Aku selalu mengatakan pada diriku dan
agar menguatkan diriku sendiri, bahwasannya ini hanya sementara. Ya, layaknya
mimpi ketika aku tidur, suatu saat aku pasti akan terbangun dari mimpi-mimpi
buruk itu. Aku galau, ya nabiyullah. Aku hamba yang bodoh sekali. Selalu minta
petunjuk yang terbaik, tapi aku sendiri kurang peka. Aku mah apa atuh? Ah, terlalu banyak yang ingin aku tuliskan.
Tapi, aku rasa aku kehilangan kata-kata. I'm specchless. Apa yang harus aku
katakan lagi. Tapi, satu yang pasti. Aaaaahhhh, aku mrebes mili nih. Dalam hatiku banyak sekali pertanyaan. Dan kau
tahu, wahai yang terpilih, salah satu cara untuk menguatkan diriku sendiri
adalah menatap langit. Membuktikan betapa kecilnya aku, betapa tak berdayanya
aku tanpaNya, tanpa arahanNya yang disampaikan melaluimu. Dan ketika hendak
hujan maupun hujan. Aku selalu merentangkan kedua tanganku dan berusaha
merasakan hembusan angin menusuk kalbuku. Karena aku selalu berharap seperti
itulah yang seharusnya mereka rasakan. Sejuk, tentram, dingin. Ah, terlalu indah
dibayangkan. Tapi kenapa seakan 'bilnd' terhadap itu semua? Kenapa? Kenapa?
Kenapa?
Dan tahukah kau
wahai kekasihnya, pernah ada seorang pemuda yang bilang padaku "jika ia
jatuh cinta pada seseorang, maka jatuhkanlah ia pada orang yang jatuh cinta
padaNya. Agar bertambah pula cintanya padaNya. Dan ketika ia rindu dengan
seseorang, maka rindukanlah ia pada yang rindu padaNya. Agar bertambah rindunya
padaNya pula." Dan ada beberapa kalimat yang aku lupa. Entah aku tak tahu
pasti ia dapat darimana, karena waktu itu aku menganggapnya biasa saja. Dan
ternyata setelah aku pikir-pikir, sepertinya memang benar. Dan kau tahu apa
yang aku lakukan saat itu? Aku merasa aku tak siap untuk menempatkannya dalam
hatiku. Kecuali DIA dan dirimu. Aku tak mau namanya begitu jelas terukir
mengalahkan namaNya dan namamu. Jadi, waktu itu aku marah, oh bukan marah si, ah entahlah, memang harus berada
jauh saja, karena aku teringat akan ilmu yang pernah aku pelajari dari buku,
entah lupa aku, yang waktu itu aku sedang sendirian saat jam istirahat pada
masa SMPku. Jadi, semoga pemuda itu bisa
mengerti jalan pikiranku. Memang si, semuanya berawal dari pengazzaman dalam
diri, tapi terkadang aku takut pada diriku sendiri. Ah, terlalu banyak kata
dalam hatiku yang ingin kusampaikan. Mungkin lain kali aku akan bercerita lagi,
untuk saat ini aku ingin mengistirahatkan punggungku. Karena besok aku harus
mengantarkan ibuku. Ya, salah satu peringatan yang kau samapikan adalah
"Ibumu, ibumu, ibumu, barulah ayah." Dengan berjalannya waktu, dan
semakin dewasanya aku, aku mulai mengerti. Ya, karena memang kelak, dengan
izinNya, aku adalah 'tongkat estafet' dari ibuku. Doakan aku ya. Agar aku kuat
berada dizamanku. Oh ya, salah satu firmaNya yg bisa menguatkanku adalah Wakafaa
billahi syahida. Meskipun banyak sekali ejekan tentang hal itu, tapi aku yakin,
itu berhasil. Ya, karena memang wa kafaa billahi syahida
Dari penggemarmu
yang rindu ingin bertemu denganmu. Apalagi rindu curhat-curhatan denganmu.
Post a Comment