Entah minggu atau
senin, aku lupa, karena aku tak langsung meninggalkan jejak itu.
Dan hari ini adalah
hari kamis. Latepost? Tentu. Tapi, inilah yang aku suka dari skenarioNya.
Ya, waktu itu adalah
jadualku untuk mengajar privat di rumah sahabat 'kecil'ku.
Ketika sampai disana
dan pelajaran akan dimulai, tetiba dia nangis begitu saja dengan mulut bergumam
"mama".
Ya, tak aneh memang
jika ia memanggil-manggil mamanya. Karena bisa dibilang, waktu yang dia punya
bersama mamanya tak seperti anak kebanyakan.
Profesi mamanya
adalah dokter, yang mengharuskan beliau pergi ke kliniknya.
Tapi, tak lama
kemudian mamanya pun datang. Dan aku bisa merasakan saat itu, sehingga aku
akhirnya pamit undur diri, dan menyarankan agar mamanya mengambil alih proses
belajar saat itu.
Allah, sungguh.
Sungguh kejadian waktu itu bagiku memilukan. Tentu saja, seumurnya dulu, aku
pernah merasakan yang hal sama. Bahkan lebih parah. Ya, waktu itu tentang
ayahku.
Ditinggal ayah luar
kota beberapa hari, membuatku tak bisa berhenti memikirkannya. Pun dengan ibu,
ketika aku sakit waktu itu. Ya, aku masih mengingatnya. Wajah itu, tempat itu,
suara itu, kejadian itu.
Allah, disini, aku
mengambil hikmah yang luar biasa. Bahwasannya, orangtua adalah tempat
berlindung bagi anak-anaknya. Ya, keluarga sebagai tempat kita bernaung dari
lingkungan luar yang begitu berwarnanya. Tentu ini adalah pesan dari sakinah,
mawaddah dan warrahmah. Serta tentu saja, posisi seorang ibu yang begitu
berarti. Dan dari sinilah aku belajar. Ya, belajar menjadi sosok itu.
InsyaAllah.
Memang seorang ibu
dituntut pandai, multitasking, dan apapun itu sebutannya, tapi tugas besarnya
adalah satu mendidik anak-anak yang merupakan investasi dunia dan akhirat
mereka. Allah, actually, i'm so speachless that time. Allahuakbar..
Wa kafaa billahi
syahida.
Post a Comment