Malam setelah hujan
menjadi malam dambaan setiap orang kala itu yang menanti akan hadirnya yang
menghantam bumi. Memberikan bau khas air dan tanah. Pun tak lama setelahnya
terdengar suara katak bersahutan ditengah pekatnya malam persawahan. Dan aku
pun masih terjaga dalam dinginnya udara hingga menusuk kalbuku.
"Tuhan,
terima kasih kau telah memberikan udara yang begitu sejuk. Sehingga aku bisa
merasakannya untuk saat ini. Aku berharap, aku selalu bisa merasakan hal yang
sama kelak dengan penggenap agamaku. Aku ingin berdua nanti, tentu dengan
izinMu, saling mengasihi satu sama lain.Ah, iya, mungkin begitu nikmat jika
kami saling bersatu. Berjuang bersama, membumikan cintaMu yang maha dahsyatnya
kepada pengambil tahtaku kelak."
"Hey, nak,
sedang apa kau diluar sana? Segera masuk rumah, seharian kau telah bercocok
tanam di sawah dan kau hampir kehujanan yang tetiba mengguyur kita, tidakkah
kau kedinginan?"
Suara mamak yang
memecahkan lamunanku ketika melihat ciptaanMu yang begitu menajubkan.
"Iya, mak,
sebentar lagi aku akan masuk rumah. Diluar, udaranya sejuk, jadi aku ingin
masih berlama-lama disini."
"Baiklah kalau
begitu, tunggu di teras dan duduklah sebentar. Mamak akan membuatkan secangkir
teh yang menghangatkanmu."
"Iya, terima
kasih mak."
"Tuhan,
tolong jaga hatiku. Untuk sekarang, aku benar-benar merindukan dia. Ya, dia
yang sama sekali aku tak pernah mengenalnya. Dia, yang sama sekali tak
kuketahui dimana sekarang. Dia, yang bahkan wajahnya saja aku tak pernah
melihatmya. Tolong, jagakan dia untukku Tuhan. Jagakan hati kami dari hal-hal
yang tak Kau senangi. Aku rindu untuk bisa berjuang dengannya. Aku rindu untuk
bisa menyebarkan rasa cintaMu kepada orang lain, membuktikan bahwa cinta dan
kasihMu benar-benar ternikmat. Ku mohon, jaga kami. Lindungi kami, karena
sebaik-baik tempat berlindung adalah kepadaMu."
"Akak? Akak di
luar teras kah?"
"Iya, adek.
Akak sekarang di luar."
"Akak, aku
menuju ke tempatmu."
"Eh, tunggu,
sini, biar akak bantu adek.
Sini duduk
dipangkuan akak.
Mana tongkatmu?
Kenapa kau berjalan
tanpa tongkatmu?"
"Tidak apa-apa
akak, aku hanya ingin belajar saja. Sekali tak pakai tongkatku.
Kau sedang apa
diluar kak?"
Aku menghela nafasku
dan membuangnya begitu saja.
"Akak, hanya
rehat diluar sambil merasakan sejuknya udara, dek."
"Ouh, iya, aku
juga bisa merasakannya. Dingin, tapi untuk sekarang aku merasa hangat. Karena
akak memelukku. Terus, ada apa lagi kak di luar sana?"
Aku menatapnya
lamat-lamat. Melihat kedua matanya yang hanya bisa terpejam selamanya. Bibir
mungilnya yang indah, seakan membuat hatiku meleleh dan ingin menetes untuk
memeluknya lebih erat. Tapi aku harus tegar, akan semuanya yang telah terjadi.
"Di atas kepala
adek, ada banyak bintang yang bertaburan. Kemerlip. Bak kunang-kunang punya
adek dulu. Yang selalu memancarkan cahaya ketika gelap pekat datang."
"Pasti terlihat
indah. Aku menyukai hal itu. Ceritakan lagi." Rayunya sambil memegang
daguku. Seakan petanda ingin mengajakku bercerita jauh lebih banyak apa yang
terjadi saat ini.
" Tidak ada
apa-apa lagi di atas sana. Hany ada satu bintang yang terlihat besar diantara
bintang-bintang yang ada."
"Oh, ya?"
"Iya."
"Apa berarti
itu bintang pilihan akak? Yang selama ini akak mimpikan untuk bersanding dengan
akak? Selalu menemani akak berjuang membumikan cinta sang pemilik bintang yang
kita lihat sekarang ini bersama-sama?"
Deg.
"Kenapa adekku tau apa yang aku rasakan saat ini? Bahwa aku merindukan dia
yang sosoknya pun tak ku ketahui."
"Tidak apa
akak. Adek senang kok, jika adek akan punya akak perempuan. Itu artinya adek
punya teman bermain boneka saat akak dan mamak pergi ke sawah."
Tiba-tiba air mataku
jatuh dan membasahi pipiku.
"Akak? Kenapa
akak diam? Adakah akak sudah memilikinya? Kapan akak membawakannya
padaku?"
"Nak, ini
tehnya, ayo diminum dulu." Suara mamak yang keluar dari dalam rumah.
"Kenapa adek ada di luar? Udaranya dingin, ayo masuk dulu sama
mamak."
"Iya, mak. Tapi
aku ingin belajar berjalan sendiri." Pinta adek.
"Segera
habiskan minumnya nak. Dan setelah itu, segeralah masuk ke rumah. Tidak baik
malam-malam kau hanya duduk-duduk diteras."
"Iya,
mak." Sahutku.
"Tuhan, aku titipkan pesan ini kepadaMu, melalui
udara sejuk dan bintang yang ada di atas sana, bahwa aku benar-benar
membutuhkan dia. Dia yang selalu ku rindukan. Dia, yang selalu adek mimpikan.
Dia, yang selalu kami tunggu. Segeralah Kau mengabulkan permohonanku ini. Dan
tolong jagakan hati kami semua dalam menunggu jawabanMu.."
Post a Comment