2 hari telah berlalu
semenjak ku dengar kabar bahwa ia telah berjumpa dengan penciptanya. Manzi.
Nama itu tak asing bagiku. Wajahnya, pun begitu familiar bagiku. Memang,
awalnya aku tak begitu akrab denganya, tak terlalu menjalin pertemanan yang
begitu dekat dengannya. Karena selain memang ia berbeda fakultas denganku, kami
pun jarang bertemu. Entah.
Namun, sepertinya
Allah berkehendak lain. Dulu, untuk kedua kalinya aku berada di toko baju
muslimah yang terkenal di daerah Surabaya Timur, DIA memertemukanku dengannya.
Lagi-lagi entah apa yang sebenarnya terjadi. Memang tempat itu terasa asing
bagiku, tapi tidak dengan pegawainya saat itu. Seakan rasa saudara itu ada
begitu saja di tempat itu. Apa karena kita satu almamater? Hanya Allah yang
lebih tahu tentang perasaan itu.
Ya, pada waktu itu
kita bertegur sapa, menanyakan aktivitas
satu sama lain. Singkat? Sebentar? Ya, mungkin hanya sebatas itu. Tapi bagiku,
sosok wajahnya dengan ciri khas tahi lalat disekitar mukanya, memberiku petanda
untuk mengenali bahwa dialah yang bernama Manzi. Sosok perempuan yang selalu
terlihat riang dan semangatnya yang tinggi, jelas dari gerak-geriknya.
Pernah, ketika suatu
kesempatan, aku berada di jalan raya hendak pulang dari kampus menuju rumahku
di Surabaya Barat, aku melihatnya dari kejauhan. Ya, terlihat jelas sekali
karena saat itu ia memakai baju pegawai toko baju muslimah yang identik dengan
warna merah muda itu. Ia, tertabrak oleh pengendara lain. Tak seberapa memang,
hanya tabrakan kecil. Ya, bisa dibilang
keserempet. Tapi, untungnya saja ia tak apa-apa.
Dengan sigap ia menghindari kejadian itu dengan cara ia melompat dari sepeda.
Jadi, hanya sepedanya yang mungkin 'lecet'. Aku? Saat itu hampir ikut juga.
Tapi, karena aku suka tergopoh-gopoh saat hendak pulang karena memang harus
mengajar, jadi aku selamat dengan membanting setir sepedaku saat itu.
Allahuakbar, entah ingatan itu selalu ada dibenakku.
Tapi kini, ia telah
benar-benar berada pada masa dimana ia bisa melihatku dengan leluasa, sedangkan
aku tak bisa melihatnya lagi (red, alam barzah). Terkejut? Kaget? Saat menerima
kabar itu? Tak ada kata-kata yang terucap, selain Allahummaghfirlahaa
warkhamhaa wa'afihaa wa'fuanha..
Ya, mungkin hanya
beberapa kali aku melihat wajahnya, tapi karena memang dirikulah seperti itu
yang selalu memberi petanda terhadap teman-teman sekitarku, maka petanda itu
hampir tak bisa lupa daribenakku. Entah, seperti apa sosok sejatinya, tapi
keindahan semangatnya, jiwa riangnya, bahkan bisa dibilang, ia seperti tak
mengenal lelah selalu membekas dalam ingatanku.
Saudariku, aku tahu
mungkin saat ini, ketika aku menuliskan beberapa kalimat ini, kau mungkin
mengetahuinya. Dulu, ketika kau selalu update status di facebook, yang entah
itu maksudnya, aku sebenarnya ingin menyapamu. Menanyakan kabar sehari yang
telah kau lalui. Karena yang aku lihat di status facebookmu begitu sekali
pengharapan yang ingin kau wujudkan. Entah aku tak tahu pasti mengenai itu.
Tapi kini, waktu tak bisa diputar kembali. Namamu telah terukir dalam sebagian
sanubariku. Sekarang, istirahatlah bagi jasadmu. Tapi untuk jiwamu, mungkin kau
sedang berjumpa denganNya.
Aku tahu, kelak aku
akan menyusulmu juga. Karena ini sudah menjadi ketetapanNya. Ini semua adalah
sebuah pengingat bagi kami yang masih berjuang mengumpulkan pundi-pundi untuk
bekal ketika bertemu denganNya. Sabarlah disana. Bisa jadi DIA menyayangimu. Wallahu'alam.
Hanya ini yang bisa
kutuliskan malam ini. Dan kau tahu, setiap kali aku mengajar, entah itu di TPQ
atau rumah anak les privatku, hatiku tak bisa berhenti berucap Allahummaghfirlahaa warkhamha wa'afihaa wa'fuanhaa..
Ya, kutitipkan pesan ini kepadaNya melalui angin, berharap angin itu akan
membawakanmu kesejukkan didalam sana.
15 Syawal 1436 H /
31 Juli 2015
23:10
Dari saudarimu yang kelak akan menyusulmu
Dari saudarimu yang kelak akan menyusulmu
Post a Comment